Karya: Sindi Sianturi Aolia
Sepasang kaos kaki berwarna putih dengan logo Nike menghias kaki yang berdiri gemetar di balik pilar penyangga lorong diantara ruangan kosong yang berjajar. Gadis itu meringis gelisah sambil meremas-remas rok panjangnya, saat terdengar suara langkah kaki yang kian mendekat. Dia berusaha melangkah dengan terpincang-pincang, lalu terjerembab ke dalam ruangan kosong yang letaknya terpisah dari ruangan lainnya. Dan “Aduuh…!” spontan dia berteriak ketika kakinya membentur sudut pintu. Bercak kemerahan nampak merembes dari ujung jempol kakinya.
“Berlarilah nak, larilah sesukamu..” terdengar suara berat dengan serak yang khas.
Gadis itu menahan napas dan mengintip dari balik jendela. Nampak sosok bertubuh tinggi besar menyeringai seram diantara sorotan lampu yang meredup.
“Dimanapun kamu sembunyi, aku pasti akan menemukanmu, bahkan di lubang yang paling kecil sekalipun aku pasti tau!!” ucapnya dengan suara yang menggelegar menggema ke setiap sudut ruangan yang ada.
Bruukk..!! Gadis itu terduduk lemas, matanya menatap kosong, tanpa harapan. Tiba-tiba matanya menangkap seberkas sinar dari sebuah lubang sebesar ibu jari di dinding sekitar satu meter di depan matanya. “Lubang apa itu?” gumamnya penasaran. Lalu ia merayap mendekati dinding itu dan mulai mengintip. Matanya terbelalak, tiba-tiba kepalanya terdongak dan tertarik ke belakang.
“Sudah kubilang, dimanapun kau sembunyi aku pasti akan menemukanmu,” ucapnya. Tangannya mencengkeram hijab yang menutupi kepala si gadis, hingga bros mutiara berbentuk kupu-kupu yang dikenakannya terlepas.
“Aww..ampun , lepaskan saya, sakit…!” teriak gadis itu
“Aku sudah memperingatkanmu berkali-kali jangan coba-coba lari dan jangan intip lubang itu!!” bentaknya sambil menyeret tubuh gadis itu. Dia meronta-meronta dan berteriak minta ampun. Dan lambat laun cahaya dari lubang itupun meredup dan menghilang seiring melemahnya suara teriakan dari gadis itu. Dan suasanapun kembali senyap.
Kriiiiiiiiiinngg………!!!! dering bel memecah kesunyian pagi di Sekolah yang bernuansa hijau daun itu . Tulisan “Boarding School” terpampang di gerbang yang berdiri megah menyambut tamu yang terdiri dari orang tua yang mengantarkan anak-anaknya. Sementara didalam, Sarah menyeret koper sambil melambaikan tangan ke arah kedua orang tuanya yang berada di pintu gerbang, melangkah mengikuti arus menuju lapangan terbuka yang terletak ditengah-tengah area sekolah. Ya, ini adalah hari pertama baginya menginjakkan kaki di sekolah ini. Sekolah yang akan memisahkan dia dari hingar bingar dunia luar.
“Selamat datang anak-anakku..selamat bergabung dengan kami di sini, tempat dimana kalian akan dididik secara fisik dan mental. Selama tiga tahun kalian akan berada di sini dan jadwal kunjungan orang tua hanya berlaku seminggu sekali.” suara tanpa wujud menggema di seantero area.
“Pembimbing yang ada di hadapan kalian akan menunjukan letak kamar kalian, dan jangan coba-coba untuk lari karena tidak ada tempat untuk sembunyi, bahkan di lubang semut sekalipun, kami pasti akan menemukanmu. Camkan itu!”
Sarah dan beberapa siswa yang lain nampak celingukan mencari asal sumber suara, namun mereka tidak menemukan apa-apa. Suara yang berat dan berwibawa itu seolah ada diantara hembusan angin yang memenuhi tiap ruangan di area ini.
“Saya Aisha, pembimbing kalian. Kalian bisa panggil saya Kak Aish,” Wanita yang berdiri tepat di hadapan Sarah itu dengan lembut memperkenalkan diri. “Mari ikut saya..” tambahnya menepuk bahu Sarah dan bahu dua orang yang berdiri di belakang Sarah untuk mengikutinya.
Mereka berjalan menyusuri lorong diantara hiruk pikuk siswa lain yang mengikuti pembimbingnya masing-masing, melewati beberapa ruang kamar yang di pintunya tertera nomor yang berurutan. Mereka mengikuti Kak Aish menaiki anak tangga menuju lantai dua, dan kembali menyusuri lorong yang tidak seramai lorong lantai bawah. Tepat didepan pintu kamar paling ujung, Kak Aish berhenti, mengeluarkan kunci dari sakunya dan pintupun terbuka. Kak Aish mempersilakan mereka masuk lalu duduk di kursi dekat jendela.
“Baiklah, tadi kakak sudah memperkenalkan diri. Sekarang giliran kalian. Siapa yang mau duluan?” tanya kak Aish.
“Saya saja kak..” setelah beberapa detik terdiam akhirnya Sarah mengajukan diri.
“Baik, silakan..”ujar kak Aish
“Hai, saya Sarah Salsabila. Saya berasal dari Bogor. Motivasi saya masuk ke sini karena ingin belajar mandiri.” Ujar Sarah penuh kebanggaan Ketika melihat Kak Aish tersenyum sambil manggut-manggut.
“Saya Zeinah Noor, dari Bandung. Saya mah daftar ke sini teh karena pengen tau aja rasanya tinggal di asrama,”ujarnya dengan logat sunda yang kental. Kak Aish Kembali tersenyum. Lalu pandangannya beralih pada gadis yang berdiri di sebelah Sarah. Sikapnya acuh tak acuh. Kepalanya nampak bergoyang-goyang mengikuti irama pada headset yang terpasang di telinganya. Dia tersentak Ketika sikut Sarah menyenggol lengannya.
“Hah? Ooh..Gue Aulia. Panggil aja Aul,” ucapnya lalu kembali larut dalam irama yang dia dengar.
“Udah? Segitu doang?” tanya Sarah mengeryitkan dahi, sementara Zeinah menatapnya dengan pandangan yang kurang suka.
“Emangnya kenapa?” Gue gak punya motivasi apa-apa. Gue masuk sini karena dipaksa sama orang tua gue,”ucapnya. Sesekali sebuah balon permen karet meletup dari mulutnya.
“Gak sopan banget sih..” gumam bathin Sarah. Kak Aish pun nampak geleng-geleng kepala.
“Ya sudah, untuk hari ini kalian bisa istirahat dulu, atau ngobrol-ngobrol satu sama lain agar bisa saling mengenal lebih dekat. Pembelajaran akan di mulai besok pagi. Ingat, jam 9 semua harus tidur! Kalo perlu apa-apa, kalian bisa menghubungi kakak di kamar 201. Ingat, jangan keluar diatas jam 9!” tegas Kak Aish lalu keluar meninggalkan ketiga anak tersebut.
Sepeninggal Kak Aish, Sarah dan Zeinah berkompromi tentang tempat tidur yang tersisa, karena tempat tidur yang dekat jendela sudah dikuasai Aul.
“Eh, denger-denger asrama ini angker, banyak penghuninya lho…” bisik Zeinah sambil celingukan.
“Ya iyalah, sudah pasti, penghuninya banyak. Kita salah satunya..”ucap Sarah tertawa.
“Yee, maksudnya ada penjaganya..” kata Zeinah lagi
“Iya, satpam di gerbang kan?” Sarah kembali tertawa melihat ekspresi wajah Zeinah yang terlihat lucu.
“Ish kamu mah, ini serius.. dengar kan tadi, kita gak boleh keluar malam,” kata Zeinah dengan mimik serius.
“Ya, memang aturannya begitu kali..”Aul akhirnya ikut nimbrung
“Iya sih, tapi denger-denger gak ada yang bisa keluar dari tempat ini sebelum waktunya. Kabarnya pernah ada beberapa yang mencoba kabur tengah malam, terus anak itu hilang setelah mengintip lubang di kamar kosong yang ada di ujung lorong,” Jelas Zeinah panjang lebar.
“Halaah, itu cerita kosong yang emang sengaja di sebar luaskan. Supaya kita gak berani untuk keluar. Kalian tahu, aku sudah berkali-kali keluar masuk pesantren yang kabarnya bisa menjaga santrinya. Buktinya aku tetap bisa kabur,”Aul menyeringai bangga membuat Sarah dan Zeinah terbengong-bengong.
“Kalian tuh sama saja seperti orang tuaku, percaya sama hal receh seperti itu. Nanti kita buktikan ya..Gue pasti bisa kabur dari tempat ini!”tegas Aul sambil menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi, meninggalkan Sarah dan Zeinah yang masih terbengong-bengong.
Menjelang Subuh bel yang memekakan telinga kembali berdering, memaksa seluruh penghuni asrama untuk bangun. Sementara Sarah dan Zeinah bergiliran menggunakan kamar mandi, Aul nampak menarik selimut menutup kepalanya.
“Hadeeeh, berisik amat sih..!” Gerutu Aul sambil menutup telinganya dengan bantal.
“Ayoo, Aul bangun..” Sarah menarik selimut yang menutupi tubuh Aul.
“Harus banget apa bangun gini hari?” gumam Aul bangkit dengan malas-malasan.
“Hayu atuh Ul, cepetan kita ke aula. Jangan sampai kita semua dihukum gara-gara kamu!” omel Zeinah yang mulai terlihat jengkel.
“Iya..iya..”Aul pun segera bangkit dan terburu-buru masuk kamar mandi. Selang beberapa menit kemudian Aul keluar dari kamar mandi dengan gaya cueknya.
“Ayo.. ngapain sih ribet amat mesti pake bros segala!” katanya ketika melihat Sarah masih didepan cermin, berusaha menyematkan bros cantik pada hijabnya .
“Suka-suka aku dong!”jawab Sarah sambil menarik tangan Zeinah keluar dari kamar.
“Eh tungguin gue dong..!” Aul menyusul keluar. Setelah mengunci pintu kamar, Aul berlari mengejar teman-teman sekamarnya itu, melangkah terburu-terburu menuruni tangga dan melintasi lorong dengan pencahayaan yang redup.
“Ish geuning meni sepi pisan..”keluh Zeinah
“Makanya cepetan ayoo, yang lain udah pada ngumpul di aula!”seru Sarah
Sementara Aul tertegun sejenak, matanya menangkap seberkas sinar menyorot dari ruangan di ujung lorong.
“Hayu ul..!”Zeinah menarik tangan Aul.
“Iya..iya..”Aul tergagap, dan cahaya itupun seketika menghilang dari pandangan. Aul mengernyitkan dahi dan segera berlari mengejar Zeinah dan Sarah.
Di aula, mereka di sambut oleh senyum manis Kak Aish yang nampak anggun dengan Gamis biru langit yang dipadu padankan dengan hijab biru tua yang menghias wajahnya yang nampak bercahaya diantara para pembimbing lainnya.
“Gue gak betah di sini. Tempat ini aneh..” bisik Aul di sela-sela ramainya suara orang-orang mengaji.
“Udah deh Ul, jangan macam-macam deh..” ujar Sarah lalu melanjutkan ayat yang sedang dibaca
“Loe liat orang-orang disini, tatapannya kosong. Semuanya seperti tak bernyawa..” tambahnya sembari mengedarkan pandangan.
“Iih si Aul mah ulah sok nyingsieunan atuh..” Zeinah mengikuti pandangan Aul dengan tatapan ngeri.
“Udah Zein, Aul lagi halu. Kebanyakan nonton film zombie dia. Mending kita lanjut ngaji lagi,”ajak Sarah disusul anggukan kepala Zeinah. Sementara tatapan tajam Kak Aish membungkam ocehan Aul dan membuatnya menundukan kepala. Dan kegiatan pagi itu ditutup dengan Shalat Subuh berjamaah.
Jelang sarapan pagi, mereka berkumpul di ruangan yang dipenuhi dengan meja dan kursi yang berjajar rapi. Di meja paling depan nampak Baskom besar berisikan nasi lengkap dengan lauk pauk sederhana yang diletakan pada piring yang dijejer di sebelahnya. Sementara didepannya nampak para siswa dengan piring dan gelas plastik ditangan antri dengan tertib dibawah pengawasan para pembimbingnya masing-masing.
“Tuh.. masa loe gak bisa membedakan, tatapan mereka, kosong tanpa binar harapan!” Aul mulai berceloteh sambil mengunyah makanan di mulutnya lalu melihat ke sekeliling. Spontan Sarah mengedarkan pandangan mengikuti mata Aul. Sekilas memang membuat bergidik melihat yang lain bergerak seperti robot. Banyak orang namun tak ada suara. Hanya denting sendok yang beradu dengan piring yang sesekali terdengar.
“Udah deh Ul, jangan mulai lagi deh..” ucap Sarah menarik napas panjang
“Iya ni Aul ah..urang pan jadi merinding..” Zeinah mengusap tengkuknya sendiri.
“Nanti malam gue mau keluar dari tempat ini. Ada yang mau ikut?” bisiknya dengan mata berbinar lalu berdiri. Sambil membawa piring dan gelas kosong ditangannya, ia melenggang pergi. Sarah dan Zeinah saling pandang. Sementara di kejauhan Kak Aish memperhatikan dengan seksama.
Selesai Isya berjamaah, Aul bersiap-siap dengan jaket dan celana levisnya. Memasukan pakaian seadanya kedalam ransel.
“Kamu jangan nekat atuh Ul, bahaya..!”Zeinah berusaha mengingatkan
“Gue mau keluar, apapun resikonya. Gue gak mau hidup seperti robot yang tak punya keinginan. Bergerak tapi seolah mati. Tak bisa menggunakan pikiran. Seperti orang yang di cuci otak,” celoteh Aul.
“Tapi omongan kamu itu gak masuk akal, halu kamu itu sudah keterlaluan. Bisa membahayakan kita semua,”Sarah berusaha meyakinkan.
“Pokoknya gue harus keluar malam ini juga, terserah kalian mau ikut apa nggak!” tegas Aul sambil memasang ransel di punggungnya.
“Jaga diri kalian baik-baik..,”pesannya sebelum membuka pintu dan menghilang di balik redupnya lampu di lorong. Sepanjang malam Sarah dan Zeinah tak bisa memejamkan mata, harap-harap cemas akan nasib yang menimpa Aul. Mereka berharap Aul Kembali dan mengurungkan niatnya untuk kabur. Walaupun sikapnya agak menyebalkan, namun kebersamaan selama lima hari telah membuat kedekatan mereka seperti saudara. Namun hingga bel jelang pagi berdering, Aul tak juga Kembali.
Dan kegiatan hari itu pun berjalan seperti biasa, di awali dengan pengajian di aula, shalat shubuh berjamaah, sarapan pagi, dan belajar di kelas. Anehnya, tidak ada seorangpun yang menanyakan keberadaan Aul. Semua seolah tidak menyadari itu. Bahkan sosok cantik kak Aish pun tiba-tiba menghilang.
Dua hari setelah itu, Sarah dan Zeinah berjalan beriringan menuju aula. Mereka melihat ada sosok lain tengah bersimpuh di tempat yang biasa di tempati Aul.
“Assalamualaikum, anak baru ya?” sapa Sarah. Dia terperanjat Ketika anak itu mengangkat kepalanya.
“Aul..!!”seru Sarah dan Zeinah berbarengan. Mereka segera memeluk Aul.
“Kamana wae atuh kamu teh? Bikin kita khawatir saja..”Aul hanya tersenyum tipis mendengar celotehan Zeinah, lalu kembali menunduk. Sarah mengernyitkan dahi, Aul kini sungguh berbeda. Penampilannya jauh lebih feminim dan mata itu seolah kehilangan cahayanya.
“Ceritanya nanti aja, kita ngaji dulu,”ucapnya pelan sambil membetulkan bros Mutiara berbentuk kupu-kupu yang tersemat di hijabnya kemudian kembali fokus melanjutkan bacaan ayatnya.
Sementara di kejauhan sosok cantik berhijab biru tua tersenyum manis dan sepasang kaki terbungkus kaos kaki putih berlogo Nike dengan bercak kemerahan di ujung jempolnya melangkah ringan meninggalkan aula menuju kamar 201.
-TAMAT-